![]() | |
Trisnawati memberikan keterangan kepada awak media terkait penahanan anaknya terhadap unit PPA Polres Gowa, Minggu(1/6/2025) |
INDEPENDEN POST, Gowa — Tangis dan harapan seorang ibu pecah di hadapan awak media. Trisnawati, ibu dari DK (16), seorang anak di bawah umur, mengaku terpukul setelah lebih dari sebulan anaknya ditahan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Gowa tanpa kejelasan hukum dan perlakuan yang ia anggap tidak manusiawi.
DK Ditahan Tanpa Surat Resmi, Keluarga Bingung
Dalam konferensi pers yang digelar di Jalan Cendrawasih, Makassar, Minggu (1/6/2025), Trisnawati mengungkapkan bahwa sejak DK ditahan pada 1 April 2025, dirinya tidak pernah menerima surat resmi apa pun dari kepolisian. Tak ada Laporan Polisi (LP), Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), atau surat penahanan yang semestinya menjadi hak keluarga.
"Penyidik cuma bilang lewat WhatsApp kalau anak saya ditahan karena kasus persetubuhan, tapi tak ada sepucuk surat pun. Saya bahkan tak tahu pasti apa sebenarnya masalahnya," keluh Trisnawati dengan suara bergetar.
Trisnawati: “Saya Hanya Melihat Anak Saya dari Balik Kaca”
Trisnawati mengaku sempat datang ke Polres Gowa tak lama setelah mendapat kabar lewat telepon. Namun ia hanya bisa menatap anaknya dari balik pintu kaca, tanpa diizinkan masuk atau berbicara langsung. Ia terkejut melihat wajah DK dalam kondisi memar dan lebam.
"Saya lihat anak saya dari jauh, ada luka di mukanya. Tapi tidak boleh saya dekati. Saya hanya bisa menangis di luar," ujarnya pilu.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dua hari setelah penahanan, penyidik kembali menghubunginya dan menyampaikan bahwa pihak pelapor meminta uang denda sebesar Rp25 juta agar kasus diselesaikan secara kekeluargaan. Trisnawati yang berasal dari keluarga sederhana mengaku tidak mampu memenuhi permintaan tersebut.
"Saya bilang saya tidak sanggup. Saya tidak punya uang sebanyak itu. Anak saya dan DW itu sudah lama pacaran, saya kaget kalau sekarang dibilang anak saya pelaku kekerasan seksual," jelasnya.
Baca juga Berita Menarik:
PROJO GOWA ANGKAT BICARA" Budi Arie Dituduh Terlibat Judol, Projo Gowa : Fitnah Keji
Penyidik: DK Dilaporkan Ayah DW, Dikenakan UU Perlindungan Anak
Saat dikonfirmasi oleh awak media, penyidik Unit PPA Polres Gowa membenarkan bahwa DK diamankan atas laporan dugaan kekerasan seksual terhadap DW, yang juga masih di bawah umur. DK disebut dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak berdasarkan laporan yang dibuat oleh ayah DW, bernama Syamsir.
Namun saat diminta menunjukkan Laporan Polisi, penyidik hanya menyerahkan nomor LP di atas secarik kertas tanpa dokumen resmi. Dari sinilah Trisnawati pertama kali mengetahui secara pasti identitas pelapor dan pasal yang dikenakan terhadap anaknya.
Lebih mengejutkan, menurut pengakuan DK saat bertemu ibunya di ruang Unit PPA, ia sempat mengalami kekerasan fisik dari keluarga DW sebelum diserahkan ke Polres Gowa.
"Anakku bilang dia dipukul oleh keluarga DW. Pantas waktu saya lihat dari kaca mukanya lebam. Tapi kenapa polisi diam saja? Kenapa yang memukul anak saya tidak diproses juga?" tanya Trisnawati dengan nada kecewa.
Polres Gowa Akui DK Dibawa Oleh Orang Tua Korban, Bukan Ditangkap Polisi
Penyidik ZA yang dikonfirmasi terkait dugaan luka pada DK menyatakan bahwa dirinya tidak berada di tempat saat DK diserahkan ke Polres. Menurutnya, DK dibawa langsung oleh keluarga korban, bukan diamankan oleh polisi.
"Saya hanya terima berkas saja. Saya tidak tahu kondisi fisik DK saat datang," ujar penyidik ZA.
Namun, Trisnawati menyayangkan sikap aparat yang tidak melakukan pemeriksaan medis terhadap anaknya yang tampak mengalami luka saat pertama kali diamankan.
"Kalau memang hukum berlaku adil, kenapa anak saya saja yang ditahan? Yang memukul anak saya kok tidak ditahan juga? Polisi kan harusnya netral," ucapnya.
21 Hari Kemudian, Baru Disarankan Lapor Balik
Setelah 21 hari penahanan, penyidik menyarankan Trisnawati untuk membuat laporan balik atas dugaan pengeroyokan terhadap anaknya. Ia pun membuat laporan dengan Nomor: LP/B/416/IV/2025/SPKT/Polres Gowa/Polda Sulawesi Selatan pada 21 April 2025.
"Kenapa baru sekarang saya disuruh melapor? Luka anak saya sudah hilang. Bukti fisiknya sudah memudar," kata Trisnawati, menahan kecewa.
Mediasi Gagal, Diminta Bayar Denda atau Dinikahkan
Pada 29 April 2025, Polres Gowa berupaya menyelesaikan perkara ini melalui mekanisme Restorative Justice dengan memfasilitasi mediasi antara kedua pihak. Namun, mediasi yang turut dihadiri pihak BAPAS tidak membuahkan hasil.
Orangtua DW menawarkan dua pilihan: membayar denda Rp10 juta atau menikahkan DK dan DW. Trisnawati mengaku tak sanggup membayar denda sebesar itu, namun menyatakan kesediaan untuk menikahkan anaknya.
"Saya siap menikahkan mereka kalau itu solusi. Tapi kalau soal uang, saya cuma bisa Rp2 juta," ungkapnya.
Karena tidak tercapai kesepakatan, kasus tetap bergulir di jalur hukum.
Trisnawati Minta Keadilan dan Transparansi Penegakan Hukum
Kini, Trisnawati hanya berharap agar hukum ditegakkan dengan adil dan transparan. Ia meminta penyidik Polres Gowa menindaklanjuti laporan pengeroyokan terhadap anaknya secara serius dan membebaskan DK jika tak ada cukup bukti kuat.
"Saya cuma mau keadilan untuk anak saya. Kalau dia bersalah, proseslah sesuai hukum. Tapi kalau tidak, kenapa ditahan selama ini? Dan yang aniaya anakku kenapa bebas?" tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi lebih lanjut dari Polres Gowa mengenai tindak lanjut laporan pengeroyokan terhadap DK.
Redaksi
INDEPENDEN POST
0 Comments